Para Penghuni Surga


Para Penghuni Surga  

Ungkapan ashab al-jannah (para penghuni surga) dalam Al­Quran disebut sebanyak 12 kali. Yang dimaksud dengan surga ialah yang ditetapkan Allah bagi orang-orang yang benar, bukan surga dunia sebagaimana dimaksudkan dalam firman Allah SWT: "Sesungguhnya Kami uji mereka sebagaimana Kami uji penghuni­-penghuni surga …..." Surga yang dimaksudkan oleh ayat ini adalah surga dunia. Ada pun pada ayat selain ini, surga yang dimaksud adalah surga yang ditetapkan oleh Allah SWT bagi hamba-hamba­Nya yang saleh. Kata ashab al-jannah yang disebut 12 kali, sama dengan banyaknya Khalifah sepeninggal Rasulullah saw., sebagai­mana disebutkan di dalam ayat-ayat berikut ini:

1
.........Dan orang-orang beriman serta beramal saleh, mereka itu para penghuni surga (ashab al -jannah). (Al-Baqarah: 82)

.........Kami tidak memikulkan kewajiban kepada diri seseorang melainkan sekadar kemampuannya, mereka itulah para peng­huni surga (ashab al-jannah). (Al-A'raf: 42).

Dan para penghuni surga (ashab al-jannah) berseru ......... (AI­A'raf: 44)

4 
......... Dan mereka menyeru penghuni surga (ashab al-jannah): "Limpahkanlah kepada kami sedikit air ......... (Al-A'raf: 50)

  .........Dan mereka tidak ditutup: debu hitam, tidak (pula) kehinaan. Mereka itulah para penghuni surga (ashab al-jannah). (Yunus: 26).

...... Dan merendahkan diri kepada Tukan mereka, mereka itu adalah para penghuni surga (ashab al-jannah) (Hud: 23).

Sesungguhnya para penghuni surga (ashab al-jannah) pada hari itu bersenang-senang dalam kesibukan (mereka). (Yunus: 55).

Para penghuni surga (ashab al-jannah) pada hari itu paling baik tempat tinggalnya dan paling indah tempat istirahatnya. (AI-Furqan: 24)

...... dan Kami ampuni kesalakan-kesalahan mereka, bersama para penghuni surga (ashab aljannah) ...... (Al-Ahqaf: 16)

10
10.  Tiada sama penghuni neraka dengan penghuni surga (ashab al­jannah). (Al-Hasyr: 20)

11 
...... para penghuni surga (ashab al-jannah) itulah orang-orang yang beruntung. (Al-Hasyr: 20)

12 
...... Dan para penghuni surga (ashab al-jannah) berseru: "Salamun'alaikum" ...... (Al-A'raf: 46)

PAHAM ORTODOKS DAN PERPECAHAN DALAM ISLAM

PAHAM ORTODOKS DAN PERPECAHAN DALAM ISLAM

Berdampingan dengan kesempurnaan yang terurai dari rangka hukum menurut pendapat akal --yang telah diterangkan dalam bab di muka-- dilaksanakan usaha mendalam dan melebar bagi ilmu kalam ortodoks. Juga usaha ini merupakan karya beberapa generasi Islam, sebagaimana telah kita lihat, keluar dari Arabia sebagai akidah yang berpautan, tetapi perumusan secara ilmu ketuhanan masih berada dalam keadaan yang cair. Dapat juga karena daerah penyiaran Islam tadi amat luas menyebabkan akidah tersebut liat untuk waktu yang lebih lama daripada seharusnya, bertalian dengan banyaknya jenis pikiran dan pengalaman agama yang dipengaruhi dan yang mempengaruhinya.

Dalam seluruh propinsi di Asia Barat, kita lihat Islam mula-mulanya mempunyai sifat yang agak nyata, bergantung kepada derajat pengaruh yang diterima dari suasana setempat. Dalam kota-kota di Hijaz, pertemuan ini menerbitkan bentuk generasi-generasi awal yang saleh dan praktis, lepas dari renungan; di Siria, Islam mulai dipengaruhi oleh pikiran Kristen Yunani; di Irak, Islam telah ketularan beberapa akidah ilmu kebatinan. Diantara suku-suku penggembala Arab dari daerah-daerah perbatasan Islam menjadi alat kelobaan dan kegemaran merampas dimuliakan menjadi kefanatikan. Dalam beberapa distrik Persia, Islam diterima sebagai selimut bagi dualisme yang diubah. Bagi seorang yang hidup pada waktu itu sulit untuk meramalkan bentuk mana yang akhirnya akan keluar sebagai bentuk ortodoks, bentuk "resmi" kepercayaan Islam, kecuali akidah-akidah kefanatikan suku-suku tadi, semuanya mula-mula agak dibiarkan saja. Tidak ada orang yang mengakui keesaan Allah dan utusan Muhammad saw. sebagai nabi, dikeluarkan dari umat Islam.

Pembentukan sistem ortodoks adalah proses yang bertingkat-tingkat. Kegiatan politik memainkan peranan yang besar dalam pembentukan sistem tadi (sebagaimana dalam pembinaan segala sistem ortodoks), meskipun acap kali mengukuhkan daripada menentukan kecondongan yang utama. Faktor pertama yang membantu ialah perasaan kebesaran akhlak yang besar dari orang Arab dalam kerajaan Islam, suatu keagungan akhlak yang berlangsung lebih lama daripada keagungan politiknya. Pada beberapa tempat terdengar sanggahan terhadap orang Arab, tetapi dalam pikiran keagamaan suara-suara ini tidak berarti terhadap martabat kearabian, cita-cita Arab. Sejarah peradaban Islam tidak dapat dipahami, apabila fakta ini tidak diinsafi sepenuhnya dan diberikan tempat yang wajar.

Madinah adalah pusat cita-cita Arab. Dari pusat itulah Islam dikembangkan dan Madinah terutama merupakan markas besar ajaran-ajaran agama Islam yang awal mula. Di Madinah, Quran menerima bentuknya yang akhir; di Madinah, hadis-hadis dikumpulkan, dan untuk pertama kali ilmu bahasa dan sejarah digunakan dalam penelaahan sumber-sumber agama Islam. Sejak awal sekali sarjana semua negara, baik yang dilahirkan dalam keluarga muslim atau penganut Islam baru maupun Arab asli atau bukan Arab, berduyun-duyun datang ke Madinah dan menerima akidah-akidah murni agama baru dari sahabat-sahabat Nabi Muhammad saw. dan dari orang-orang yarg paling dekat dengan sahabat-sahabat tersebut. Perguruan di negara-negara lain hanya memiliki kepentingan setempat; Madinah merupakan satu-satunya perguruan yang universal.

Keunggulan itu dikuatkan oleh faktor lain; dalam teori agama Islam "Gereja" dan "negara" adalah satu dan tidak boleh dipisahkan. Pertalian akhlak dan keagamaan yang halus yang dipakai oleh khalifah-khalifah terdahulu untuk mengawasi badan politik Islam telah dipatahkan dengan kekerasan empat puluh tahun setelah hijrah. Selanjutnya, diganti oleh kekuasaan militer. Jadi dalam prakteknya "Gereja" dan "negara" telah dipisahkan. Di Madinah fakta itu tidak pernah diakui. Madinah tetap menjadi markas besar perlawanan keagamaan yang menolak segala penghianatan idaman pemerintah agama, dan perebutan kekuasaan oleh pemerintah keduniawian. Sebagian besar pendapat kaum Mutakallimun dalam kerajaan menyetujui perasaan tersebut. Sikap alim ulama di Madinah menaikkan kewibawaannya; bahkan juga dalam kalangan mereka yang tidak sepenuhnya menganut paham ketuhanan konservatif, akidah Yunani tentang logos, akal.

Dengan jalan demikian, perguruan di Madinah dengan tegas menyokong menyelamatkan keutuhan seragam umum diantara perguruan-perguruan agama setempat yang kecil-kecil; paling penting di Irak. Lebih-lebih perguruan di Madinah telah mencamkan atas jamaah universal, yang baru dilahirkan akhlak kesalehan yang praktis. Ada pula hal yang barangkali tidak kurang pentingnya: memisahkan agama Islam dari organisasi politik, Islam tetap di atas lapangan politik, dan tidak turut merobohkan keunggulan politik Arab.

Alim ulama di Madinah menerima ganjarannya, waktu kerajaan Bani Abbas memperoleh keunggulan dan memindahkan ibu kota kerajaan ke Irak. Serba ortodoks keluaran Madinah menjadi salah satu prinsip Bani Abbas. Khalifah-khalifah giat memberikan sedikit-dikitnya bantuan moral pada ajaran Madinah. Ada yang memberikan lebih dari bantuan moral saja dengan memulai semacam penuntutan tegas terhadap keburukan kebatinan dan dualisme. Lambat laun takrif paham ortodoks mulai menjadi rapat. Mula-mula pentafsiran fanatik orang suku-suku (akidah kaum Khawarij yang lebih ekstrim) telah ditolak sebagai paham yang berlawanan dengan paham resmi, selanjutnya ditolak sebagai pentafsiran kebatinan dan dualistik yang lebih ekstrim. Kedua aliran yang akhir ini dapat dipertahankan, akan tetapi sebagai aliran yang menyeleweng tegas (sebagaimana akan kami kupas di belakang). Selain itu masih ada pentafsiran-pentafsiran lain dan pada khususnya suatu pentafsiran yang sukar diasingkan dan diberantas. Pentafsiran tadi ialah pentafsiran Yunani yang dipertahankan oleh mazhab Muktazilah. Selama dua abad, pergelutan antara dua anggapan itu merupakan masalah pokok di dunia Islam ortodoks.

Masalah yang menjadi urusan berdasarkan ilmu metafisika (ilmu ilahiyat dan makulat). Filsafat Timur tidak pernah dapat menghargai dasar cita-cita keadilan dalam filsafat Yunani. Wakil-wakil pentafsiran Yunani mencoba memasukkan cita-cita tersebut ke dalam Islam. Mazhab-mazhab yang lebih saksama berpegang pada anggapan Timur yang memandang Allah sebagai Kuasa, Kasih, dan Penyayang yang tidak terbatas; kaum Muktazilah menciptakan Allah sebagai Keadilan yang terbatas. Lawan-lawan mereka memandang itu sebagai membatasi kekuasaan Allah --pembatasan sewenang-wenang-- sebab kebutuhan keadilan mutlak telah dinyatakan dalam kata-kata yang dikeluarkan dari akal manusia. Perdebatan ini dikristalkan dari tahap filsafat ke tahap ilmu kalam dalam masalah kehendak bebas dan takdir. Dalam masalah tersebut, kedua pihak dapat menunjukkan ayat-ayat Quran untuk menyokong pembicaraannya, sebagaimana telah kami paparkan dalam salah satu bab di muka.

Kedua, perguruan Yunani dengan latihan filsafatnya yang Lebih berkembang memandang akidah ortodoks tentang sifat Allah (Yang Dengar, Bicara, Lihat, Hendak, dan lain sebagainya) membahayakan, apabila dalam kenyataan tidak berlawanan dengan keesaan-Nya. Di sini perdebatan berpusat pada pasal sabda Allah; dan karena Quran adalah sabda Allah dalam satu arti, maka (sepanjang pandangan pertama) ia merupakan bentuk ketuhanan yang agak ganjil yaitu menguatkan di pihak ortodoks dan menolak di pihak lain, bahwa Quran bukan ciptaan dan abadi, dengan akibat yang lebih aneh bahwa lawan-lawan filsafat Yunani, tanpa menginsafi telah menguatkan akidah Yunani tentang logos, akal.

Dalam jumlah besar kitab-kitab pelajaran baku yang modern, kaum Muktazilah digambarkan sebagai rasionalis (pengguna akal) bahkan sebagai Free-thinker, Freidenker, 'pemikir bebas'. Hal ini telah diketahui sebagai gambaran yang salah besar. Hingga baru-baru ini keterangan yang kita dapat, selalu dari sumber ortodoks (yakni yang bersikap bermusuhan). Kaum Muktazilah dipandang semata-mata sebagai suatu partai agama pertentangan-pertentangan doktrin. Penemuan beberapa karya Muktazilah mulai menempatkan mereka dalam cahaya baru sebagai sekelompok pemikir dan guru yang telah memberikan jasanya --yang tidak ternilai-- untuk kepentingan Islam diantara penduduk negara yang telah ditundukkan Arab. Antara akidah-akidah sederhana dari kesalehan Madinah dan tradisi kebudayaan Yunani lama dan ilmu kebatinan di Asia Barat adalah suatu celah yang sulit dijembatani. Adanya celah ini menimbulkan perbedaan besar dari paham-paham berlawanan dengan paham resmi (khusus di Irak,) selama abad pertama dan kedua. Celah ini akhirnya ditutup oleh kaum Muktazilah terdahulu, pada suatu waktu merupakan muslimin tulus dan sanggup merumuskan kepercayaan Islam dalam kata-kata yang dapat diterima oleh para cerdik pandai bukan Arab.

Pergerakan Muktazilah pada akhir abad pertama mulai sebagai suatu reaksi kesusilaan terhadap ekses-ekses doktrin dan praktek kaum Khawarij yang fanatik pada satu pihak, dan terhadap kelengahan kesusilaan para ulama yang menyesuaikan diri dengan politik (dikenal dengan nama kaum Murjiah) pada pihak lain. Kedudukan doktrin mereka yang pertama digambarkan sebagai "manzilah baina manzilatain" (kedudukan antara dua kedudukan). Sedang mereka menolak desakan kaum Khawarij atas "amal" sebagai satu-satunya ukuran iman, mereka menekankan tanggung jawab mukmin terhadap penitik-beratan kaum Murjiah atas kecukupan iman tanpa mengindahkan amal. Hal itu menyebabkan mereka menekan keras atas ayat-ayat Quran yang mendesak tanggung jawab manusia dan kuasa memilih sebab tegasnya kaum Murjiah mencari perlindungan di bawah akidah qadar. Dalam asal mulanya pemimpin-pemimpin Muktazilah merupakan orang yang berkeras agama dan sederhana, lebih merupakan orang yang menggunakan akal. Ajaran-ajaran mereka sama sekali sepadan dengan (dan memang berdasarkan) Quran. Kira-kira kita tidak akan luput memandang mereka sebagai bagian paling giat dan bersemangat antara guru-guru ahli sunah ortodoks di Irak. Kadang-kadang menimbulkan sumber kebingungan bagi lawan ortodoks kaum Muktazilah bahwa Wali besar al-Hasan dari Basrah dan ahli fiqih ternama Abu Hanifah, kedua-duanya menunjukkan suatu sindiran dalam kaidah-kaidahnya yang kemudian dinamakan kecenderungan Muktazilah.

Sepanjang abad kedua, kami hanya dapat melihat kaum Muktazilah sekelibatan saja. Membukakan tabir karena menunjukkan kaum Muktazilah sebagai pemimpin-pemimpin gerakan misi yang bersemangat ditujukan khusus terhadap aliran dualisme (thanawiyah) atau bid'ah-bid'ah kaum Mani (Manichae) yang tersebar luas diantara penduduk Arab dan penduduk Aram di Irak. Besar kemungkinannya bahwa perjuangan dengan kaum "thanawiyah" itu yang membawakan kaum Muktazilah berkenalan dengan ilmu mantik dan filsafat Yunani. Gerakan besar menerjemahkan karya-karya Yunani dalam bahasa Arab, khusus pada permulaan abad ketiga, waktu selama dua puluh lima tahun pengaruh Muktazilah unggul di istana. Semua perguruan filsafat Muktazilah adalah dari abad ketiga, dan rupanya hasil kegiatan tadi.

Itulah segi aliran Muktazilah yang kami kenal dan menyebabkan mendapat bentuk gerakan ahli penggunaan akal. Perubahan dalam sifatnya yang pokok tidaklah demikian besar. Aliran masih merupakan bidang kesusilaan dan ibadat mazhab kaum beragama sederhana asli yang menjadi lebih positif dan kaku dalam sikapnya, waktu pertengkaran dengan ahli qadar memuncak. Setelah Bani Umayah jatuh, perdebatan qadar mulai kehilangan kepentingan politiknya yang langsung dan mulai bersifat perdebatan ilmu kalam dengan jumlah terbesar condong padanya, serta melawan kedudukan Muktazilah.

Adapun perguruan-perguruan filsafat semuanya atau sejumlah besar terdiri dari kelompok-kelompok kecil murid ahli kalam perseorangan, yang tidak tentu mewakili suatu himpunan akidah umum. Ahli fikir ini dengan pertolongan ilmu mantik Yunani telah mengembangkan sistem kalam baru untuk mempertahankan kedudukan itikadnya. Lama-kelamaan dengan keberanian mereka menempuh jalan ke medan metafisika. Mereka membawa bagian yang maju dari alim ulama ortodoks bersama-sama pada sebagian jalan mereka, tetapi para alim ulama ortodoks tadi berhenti. Waktu ekstremis Muktazilah mulai memaksakan doktrin Islam ke dalam tuangan paham Yunani dan mulai mendalilkan kalam metafisika Yunani, bukannya dari Quran.

Masih masuk akal bahwa sebab-sebab reaksi yang berhasil dari kaum ortodoks terhadap kaum Muktazilah hanya sedikit sekali mengenai semboyan-semboyan lahir tentang Qadar dan Quran yang tidak tercipta. Penyebab keruntuhannya yaitu kepanjangan tiga doktrin mereka. Pertama, dinamakan doktrin janji dan ancaman, menguasai ajaran peradaban praktis tentang tanggung jawab perseorangan. Karena sifat kekakuan doktrin dan usaha mereka menggunakann paksaan untuk memenangkan tujuannya, mereka menimbulkan aliran oposisi kuat yang siap sedia mengikat alasan yang dibuat-buat untuk memburukkan namanya. Banyaklah dalih yang diterbitkan oleh perkembangan filsafat dari dua doktrin mereka lainnya yang utama yakni doktrin "kesatuan" dan "keadilan". Dalam usahanya menyingkirkan segala bayangan apa pun juga paham Tuhan sebagai manusia, ahli pikir Muktazilah terpaksa memilih diantaranya suatu yang mirip kepada ajaran tentang manusia Tuhan dalam kekristenan atau suatu sistem penyangkalan niskala (abstrak) yang tidak memberikan pegangan apa pun juga kepada mukminin biasa, serta sangat bertentangan dengan gambaran pribadi Allah dalam Quran.
"Dilemparkan ke dalam samudera luas dan kebebasan penuh pikiran Yunani, angan-angan mereka telah memuai hingga titik meletus, dan lebih lagi seorang ahli metafisika Jerman, mereka kehilangan pegangan dasar kehidupan biasa dengan kemungkinan-kemungkinan yang patut dan dilepaskan ayun-terayun dalam suatu pemburuan yang galak akan keberanian terakhir dengan takrif-takrif dan qiyas mantiqi (silogisme) sebagal senjata mereka."1
Bertambah-tambah karena permulaan prinsip keadilannya mereka membina tanggapan yang belum dibuktikan ke dalam suatu paham yang mutlak, bahkan tentang Allah.
Dengan demikian, titik perpecahan telah tercapai. Dalam praktek agama sehari-hari mereka telah memperkenalkan dirinya berpegang keras pada doktrin, berkurang akan kedermawanan, kerelaan kemanusiaan, dan keluasan pikiran kepercayaan Islam yang sederhana, bahkan suka menuntut dan mengejar lawannya dalam zaman kejayaannya. Dalam ilmu ketuhanan, mereka telah menghasilkan suatu vakum, suatu kehampaan, dan lebih buruk lagi --telah menyetujui-- memberikan hasil-hasil akal manusia suatu nilai mutlak di atas kalam Allah. Kaum ortodoks dengan wajar menolak tuntutan mereka, sebab dalam agama antroposofi merupakan obat pelarut yang lebih buruk daripada antropomorfisma. Sayap kanan kaum Muktazilah dalam penyelidikannya menemukan semacam perpaduan filsafat dengan doktrin ortodoks setapak demi setapak telah berpencar dari sayap kiri yang terdiri dari kaum rasionalis, menggabungkan Yunani untuk menyokong Quran dan hadis, mereka membeberkan perguruan ilmiah ortodoks baru dan mengalahkan kaum Muktazilah atas gelanggangnya sendiri.

Kemenangan tadi tergabung dengan nama-nama al-Asj'ari menyesuaikan doktrin qadar dengan keperluan keadilan mendirikan atas ayat-ayat Quran tertentu suatu doktrin "pendapatan, perolehan", orang memperoleh tanggung jawab perbuatan-perbuatannya, meskipun perbuatan tadi dikehendaki dan diciptakan oleh Tuhan. Sifat Ilahi, alim ulama tetap pada doktrin keabadiannya, tetapi hanya dengan menggunakan prinsip Muktazilah tentang penyangkalan paham antropomorfisme. Kekakuan keadaban Muktazilah dilunakkan dengan lebih menekankan doktrin perantaraan dan aspek kepercayaan bahwa semua yang berfaedah baik, ditentang ulang pernyataan kebebasan Allah yang mutlak untuk menghukum atau mengganjar sekehendak-Nya. Akhirnya mengakui bahwa dengan "adat" Ilahi biasanya menyusul sebab-sebab tertentu, mereka menyingkirkan pembatasan yang diletakkan oleh doktrin pertalian sebab akibat dalam alam atas kemutlakan. Kuasa Tuhan dengan jalan suatu teori atomis yang kusut, mengingkari kemestian pertalian antara sebab dan akibat.

Barangkali baik juga buat Islam bahwa rasionalisme Muktazilah, setelah menunaikan karyanya dan tidak tahu dimana berhenti, telah dikalahkan. Seandainya Muktazilah unggul, disangsikan apakah gerakan rakyat yang akan kita baca dalam bab yang menyusul, menelorkan pembaharuan Islam, akan mungkin dibiarkan --sekurang-kurangnya-- diberi kesempatan dalam rangka alam ortodoks, alam kerasyidunan. Segera atau lambat kesatuan kebudayaan Islam akan mengalami perpecahan dan Islam sendiri boleh juga akan hancur karena pukulan musuh-musuhnya. Kaum Muktazilah tidak lenyap dengan sekaligus. Penganut-penganutnya masih ada, masih dikenali dengan ketegasan dalam praktek ibadatnya terutama di Basrah dan Persia Timur. Beberapa doktrin menemukan kelonggaran segar dalam masyarakat Syi'ah yang besar.

Dalam pada itu, kaum ortodoks telah memecahkan diri dalam dua golongan, kaum mutakallimun dan "ahli Hadis". Ilmu filsafat dan mantik dicurigai dalam kebaktian ortodoks. Perguruan Madinah yang lama dalam perumusan mazhab Maliki dan mazhab Syafi'i yang lebih lunak, dan dalam sayap yang ekstrim dan fanatik terdiri atas murid-murid Ahmad ibn Hambal masih tetap bersikap bermusuhan terhadap pelajaran-pelajaran yang dicemarkan oleh keaslian asing dan pertalian dengan filsafat. Di Baghdad kaum mutakallimun kadang-kadang takut pada jiwanya, hingga satu setengah abad kemudian, --lebih kurang pada tahun 1065 M.-- sistem Asy'ari ditetapkan sebagai ilmu kalam Islam sunah yang diakui, terutama karena pengaruh Wazir Persia yang besar Nizan ul-Mulk.

Barangkali, ahli sunah lebih bijaksana daripada mereka sendiri menginsafi karena salah satu hasil pemasukan dialektik Yunani (ialah pemusatan karya para sarjana dan ulama atas doktrin-doktrin dan rumus-rumus) dengan kehilangan unsur penting yaitu agama perseorangan. Apabila waktu itu tidak ada barang lain yang menyalakan api lagi, paham ortodoks tentu akan binasa sendiri dalam kemenangannya. Satu hasil tambahan perkenalan mutakallimun itu masih harus dibentangkan. Hasil tambahan tersebut memungkinkan kegiatan serentetan para ahli filsafat Arab yang tersohor pada zaman abad pertengahan: al-Kindi (m. 873 M.), al-Farabi (m. 950 M.), Ibn Sina (Avicenna, m. 1037 M.), Ibn Badja (Avempace, m. 1138 M.) dan Ibn Rusjd (Averroes, m. 1198 M.) ialah beberapa diantara Sarjana-sarjana luar biasa. Walaupun banyak diantaranya jauh dari ortodoks, pekerjaannya ialah sebuah diantara karya gemilang dari peradaban Islam. Tidak perlu kiranya di sini diterangkan jasa mereka bagi Eropa zaman abad pertengahan untuk pikiran filsafat yang langsung dan dengan perantaraan penerjemahan filsafat Yunani.

Dalam memutalaahkan pergerakan aliran-aliran harus ditekankan bahwa dengan kata "aliran" diartikan sistem-sistem doktrin dan iman Islam yang umumnya ditolak oleh kaum rasyidun dan aliran lain sebagai berlawanan dengan paham resmi. Dalam masyarakat ortodoks (rasyidun) sendiri dahulu dan sekarang masih juga terdapat beberapa "mazhab" yang berlainan (Hanafi, Maliki, Sjafi'i, dan Hambali), semuanya saling mengakui. Sebagai tambahan pembagian ini yang agak menurut hukum dalam paham ortodoks telah merembes sejumlah kebiasaan dan upacara, meskipun tidak selalu tanpa perlawanan; boleh dikatakan sebagai aturan umum. Prinsip sunah telah dipakai untuk meluaskan perbatasan kelelaan seluas mungkin. Tidak ada masyarakat keagamaan satu pun memiliki semangat Katolik ataupun lebih bersedia memberikan kebebasan luas kepada anggota-anggotanya dengan syarat bahwa mereka mengakui --sedikit-sedikitnya secara lahir-- kewajiban-kewajiban minimal kepercayaannya. Rasanya kami tidak melampaui batas kebenaran, apabila kami menerangkan disini bahwa sebenarnya tidak ada seorang dari golongan aliran tadi yang pernah dikeluarkan dari masyarakat Islam ortodoks, kecuali mereka yang menghendakinya sendiri, dan karena itu- mengasingkan dirinya sendiri.

Hal tersebutlah pasal yang menjadi cirinya kaum "aliran" (mustajilah) dalam Islam terdahulu dinamakan ahli khawarij (yang memisahkan diri). Dalam asli itikadnya mereka berbeda dengan golongan terbesar ahli sunah dalam soal-soal yang tidak penting. Mereka memisahkan diri karena praktek. Telah diperintahkan kepada tiap-tiap muslim untuk mendesak teman-temannya berbuat ke bajikan dan meninggalkan barang berdosa. Kaum ortodoks --yakni masyarakat sebagai keseluruhan-- menerima kewajiban itu dengan syarat bahwa harus dipertimbangkan keadaan-keadaan dalam melaksanakan perintah tadi. Ahli Khawarij --yang terdiri sebagian besar orang nomad dan semi nomad di Mesopotamia dan daerah perbatasan Irak-- menolak syarat tadi, dan menuntut supaya perintah dilaksanakan dalam musim dan di luar musim, bahkan dengan mengorbankan jiwa sendiri. Dengan perkataan lain, mereka merupakan ekstremis keagamaan dan sifat fanatik mereka menyebabkan pendapat mereka bahwa muslimin menanti-nantikan waktu baik, memerosotkan agama, dan mengingkari agama, sama sekali bukan orang muslim, dan hanya merupakan muslimin sejati. Bersenjata dengan prinsip ini, mereka memerangi masyarakat. Dengan demikian menempatkan diri mereka sendiri di luar batas kerasyidunan. Nasib ahli Khawarij yang terdahulu tidak mengenai kita di sini, tetapi tokoh-tokoh mereka yang lebih lunak merumuskan sistem-sistem yang hingga sekarang masih terdapat dalam masyarakat beragama sederhana dan asli Aljazair Selatan, Uman, dan Zanzibar. Sejak dahulu, Islam menolak doktrin sikap fanatik dalam agama. Kemudian dalam abad kedelapan belas dan permulaan abad kesembilan belas, kita akan menemukan ajaran yang sama dikukuhkan atas, pembaru-pembaru Wahhabi di Arabia.

Aliran lain yang penting dalam Islam --sebenarnya satu-satunya aliran yang memisahkan diri-- berlainan. Syi'ah mulai sebagai pergerakan politik diantara orang Arab sendiri. Ali ra., --putra mantu Nabi saw. dan khalifah keempat dari sejarah Islam-- memilih Kufah di Irak sebagai ibu kotanya. Waktu beliau mangkat, pusat politik Islam dipindahkan ke Siria. Oposisi Arab di Kufah terhadap Arab di Siria mengambil bentuk penghasutan orang-orang yang menuntut hak, bertujuan memulihkan hak keluarga Ali ra. atas khalifah. Lambat laun angan-angan politik itu menciptakan untuk dirinya sendiri suatu dasar doktrin yang berlawanan dengan doktrin yang diakui masyarakat yakni doktrin tentang hak yang khas mutlak dari keluarga Ali ra. atas khalifah. Doktrin itu meliputi penolakan tiga khalifah pertama, Abu Bakar, Umar, dan Uthman ra. yang dipandang sebagai perampas kuasa. Pengingkaran tiga orang sahabat yang paling dijunjung dan dihormati itu selamanya tetap merupakan dosa utama ahli Syi'ah dalam pandangan ahli ortodoks. Semua urusan lain berkenaan dengan hukum baik dalam kalam maupun ibadat, Syi'ah belum juga memiliki doktrin nyata. Syi'ah yang tersebut terdahulu meninggalkan bekas-bekas hingga sekarang di Maroko, Syi'ah dalam tata tertib politiknya, tetapi sunah ortodoks dalam kalam dan hukumnya.

Pada tingkat awal mulanya nama Syi'ah dipakai untuk menutupi sejumlah kegiatan yang sungguh-sungguh berlainan dan dipakai sebagai selimut untuk memperkenalkan dalam Islam semua macam kepercayaan Timur yang lama dari Babilonia, Persia, bahkan India. Pengislaman sejumlah penduduk asli negara-negara yang ditaklukkan mau tidak mau menerbitkan kebingungan kepercayaan agama yang luas. Hal tersebutlah yang memajukan penyebaran aliran-aliran kebatinan dan menyebabkan pergulatan agama dari abad-abad yang mula. Unsur-unsur Yunani biasanya menghubungkan diri pada oknum sunah yang merupakan partai terbesar, sedang kepercayaan-kepercayaan Asia yang lebih tua condong menggabungkan diri kepada oknum Ali ra. Sebagaimana dapat diduga kepercayaan-kepercayaan demikian dipeluk dan disiarkan terutama oleh orang bukan Arab, dan lebih khas oleh penduduk campuran dari Irak. Petunjuk-petunjuk bahwa Syi'ah dalam abad yang mula-mula diantara rakyat lebih merupakan panji-panji revolusi sosial terhadap ahli sunah yang berkuasa daripada panji-panji oposisi keagamaan terhadap doktrin-doktrin sunah. Harus diterangkan selekas mungkin bahwa pendapat yang masih kebanyakan terdapat bahwa Persia merupakan tempat asli Syi'ah adalah tanpa dasar sama sekali. Perlu dicatat bahwa penganut-penganut baru bekas Majusi umumnya lebih suka memilih kepercayaan ahli sunah daripada aliran Syi'ah.

Prinsip-prinsip yang lazim dianut umum oleh hampir semua anggota golongan yang mengakui Syi'ah bahwa sejajar dengan tafsir lahir Quran didapat tafsir gaib dan sekumpulan ilmu rahasia. Itulah yang ex hypothesi (berdasarkan hipotese) diserahkan oleh Muhammad saw. kepada Ali ra., dan oleh Ali ra. kepada warisnya. Aliran-aliran yang berpanca ragam tadi berbeda dalam menetapkan siapa yang berhak menjadi waris Ali ra. Menarik perhatian bahwa hampir tidak ada diantara aliran-aliran tersebut menggabungkan diri kepada garis keturunan langsung dari Muhammad saw. menjadi pengganti Ali ra. dalam pandangan kaum Syi'ah Arab yang menuntut hak di Kufah, akan tetapi lebih tertarik pada keturunan lain dari Ali ra. Tambahan pula, kaum Syi'ah Arab memisahkan diri dari masyarakat karena soal pimpinan politik Islam, aliran-aliran gaib lebih-lebih lagi memberikan kepada Imam --gelar yang diberikan kepada kepala umat-- suatu tugas rohani yang selamanya tidak disetujui oleh kaum ortodoks bagi khalifah. Dalam Islam ortodoks khalifah tidak memiliki tugas sebagai penafsir dan tidak dapat menentukan doktrin; ia adalah pemimpin politik dan keagamaan umat saja. Bagi orang yang berpendapat bahwa tafsir gaib hanya diketahui khusus oleh deretan imam, sumber doktrin resmi dan yang sah adalah imam sendiri. Pada suatu pihak, agamanya dipusatkan pada prinsip kekuasaan perseorangan yang mutlak; yang asing bagi teori ortodoks baik dalam urusan politik maupun urusan agama. Pada pihak lain, agamanya mengizinkan lebih luas suatu perkembangan dan penyesuaian keadaan-keadaan dari generasi yang berturut-turut di bawah pedoman teori iman yang diilhami Ilahi.

Setapak demi setapak akidah keimanan itu mengkristal menjadi bentuk kalam yang pasti. Para imam memperoleh sifat melebihi manusia, berkat keahlian gaib yang dimilikinya. Sesuai dengan filsafat cahaya dari Babilonia Lama, sifat tadi dirumuskan oleh akidah bahwa dalam para imam telah menjelma cahaya Ilahi yang turun melalui generasi-generasi nabi berturut-turut sejak zaman Adam as. Bahkan beberapa aliran Syaih sampai berani memandang Ali ra. dan para imam sesudahnya sebagai penjelmaan Ilahi sendiri, walaupun masih terdapat di beberapa bagian dunia Islam. Aliran-aliran tadi boleh dipandang di sini sebagai tanggapan yang berlebih-lebihan, dan yang tidak mewakili. Sisa-sisa yang serupa terdapat dari satu akidah lawan yang memberikan sifat-sifat yang hampir sama besarnya kepada Khalifah Bani Umayah, Jazid, dan Narwan; khusus aliran Jazidi di Irak Utara. Lebih penting ialah akibat yang dikeluarkan dari doktrin asal mula yaitu imam tanpa dosa dan tanpa salah, sebab doktrin tadi merupakan salah satu doktrin asasi kelompok Syi'ah yang lebih besar hingga dewasa ini.

Hingga sekarang belumlah terang juga tingkat-tingkat apa yang telah memadukan dua bentuk asli Syi'ah tadi yakni Syi'ah Arab didukung oleh para penuntut hak dan Syi'ah kebatinan. Tetapi abad ketiga dan keempat takwin hijrah pemaduan telah jauh maju. Keahlian gaib istimewa para imam telah diserahkan kepada keturunan Nabi Muhammad saw. dengan perantaraan Ali ra. dan putri Nabi Muhammad saw., Fatimah ra., doktrin kegaiban tadi diakui sebagai undang-undang dasar aliran Syi'ah. Jumlah terbanyak dari penganut aliran yang kecil-kecil, lenyap dan meninggalkan hanya tiga kelompok Syi'ah utama.

Dari tiga kelompok itu, maka kaum Zaidi masih berpengaruh di Yaman; berdiri paling dekat pada Syi'ah, kaum penuntut hak yang lama dan pada kaum sunah yang ortodoks. Mereka mengakui deretan imam yang tidak terputus, yang tidak dikatakan memiliki keahlian gaib. Sebagian besar aliran Imami yang sekarang menjadi agama resmi Iran dengan penganut-penganut di India, Irak, dan Siria, mengakui dua belas orang imam; yang terakhir ialah Muhammad al-Muntazar (yang dinanti-nantikan) yang menghilang lebih kurang tahun 873, dan kedatangannya kembali masih tetap dinanti-nantikan. Kelompok paling ekstrim, kaum Isma'illiyah memisahkan diri karena soal penggantian Imam keenam. Dalam abad pertengahan mereka diwakili oleh gerakan revolusioner populer, kaum Qarmati, Khilafah Bani Fatimijah di Mesir (969-1171 M.), dan cabangnya kaum Hasyasyun hingga sekarang masih mempunyai penganut yang tidak banyak di India dan tersebar di mana-mana.

Dalam waktu lampau, sistem imami tentang doktrin dan hukum berserak sangat luas dari sistem ahli sunah. Kaum Imami tentunya tidak menerima prinsip ijmak, dan apabila ketiadaan imam, maka alim ulama terkemuka yang dinamakan para Mujtahid (lihatlah halaman 73) menjalankan kekuasaan besar dalam urusan agama dan hukum. Dalam hukum keistimewaan mereka yang utama ialah memberikan izin perkawinan sementara, dan dalam ibadat doktrin tentang taqiyah atau penyamaran, suatu peninggalan kiranya dari zaman penuntutan dan pengejaran dalam abad pertengahan. Berkenaan dengan Rukun Islam, mereka hanya berbeda pada beberapa pasal kecil, tidak penting dengan sendirinya, meskipun telah dibesar-besarkan kepentingannya karena pertikaian selama seribu tahun. Pada beberapa waktu telah diusahakan memulihkan pemisahan berdasarkan pengakuan sistem imami sebagai mazhab ortodoks kelima dengan nama mazhab Dja'fari (menurut Dja'far al-Sadiq, imam keenam, yang kuasanya diakui oleh ahli sunah), tetapi percobaan ini senantiasa gagal.
Meskipun doktrin-itikadnya sebagai keseluruhan telah ditolak oleh ahli sunah, Syi'ah telah meninggalkan pengaruh besar dalam beberapa bagian pikiran dan praktek ahli sunah. Penghormatan Syi'ah terhadap Ali ra. dan keturunannya dicerminkan dalam pendirian yang simpatik terhadapnya dalam hadis-hadis secara ahli sunah. Doktrin cahaya Ilahi dan ketanpa-dosaan imam telah diambil alih dan dipakai tidak untuk Ali ra. sendiri, akan tetapi untuk pemimpinnya, Nabi Muhammad saw. Dan digabungkan dengan sebab-sebab lain memberikan dasar memuliakan Nabi Muhammad saw. secara bersemangat, sepanjang masa merupakan salah satu pengaruh rohani yang paling kuat dalam Islam Sunni. Saluran utama pengaruh tersebut beserta kenang-kenangan Syi'ah merembes kedalam sistem ortodoks merupakan pergerakan mistik yang dikenal dengan nama Sufi.

Catatan kaki: 

1 D.B. MacDonald. Development of Muslim Theology, hlm. 140.

Hari Kiamat

Hari Kiamat

Kedudukan hari kiamat dalam pikiran Muhammad saw. dan angan-angan penganutnya yang terdahulu telah ditunjukkan dalam bab di muka. Hari kiamat selalu disajikan sebagai waktu yang hanya diketahui oleh Tuhan. Terompet akan dibunyikan, langit-langit akan terpecah belah, gunung-gunung dihancurkan menjadi debu, kubur-kubur akan terbuka, serta manusia dan jin akan dipanggil untuk bertanggung jawab. Malaikat-malaikat yang menjaga tiap-tiap orang akan memberikan penyaksian tentang riwayat hidupnya, amal-amalnya akan ditimbang dengan neraca dan bukunya akan ditempatkan dalam tangannya; tangan kanan dari orang berbahagia, tangan kiri dari orang terkutuk.

Selanjutnya, yang berbahagia, para pria dan wanita yang bertakwa, yang berkhidmat dan dermawan, yang suka memberi ampun, yang telah menderita dikejar-kejar dan dituntut karena Allah, orang yang berjihad, akan diundang untuk masuk ke dalam taman Firdaus, tempat perdamaian, wisma yang kekal; mereka akan tetap tinggal dekat sungai yang mengalir, memuji Tuhan, berbaring di atas balai-balai sutera, menikmati makanan dan minuman sorga serta ditemani oleh gadis-gadis dan istri-istri yang bermata hitam dan suci murni, dengan kebahagiaan yang melebihi.

Adapun orang tamak, yang tidak percaya, para pemuja Tuhan selain Allah, akan dilemparkan ke dalam api untuk berdiam di sana selama-lamanya, tanpa keringanan penyiksaan, diberi makanan air mendidih dengan buah dari pohon zaqqum, yang menyerupai kepala-kepala setan dan serupa leburan kuningan dalam perut. Tidak ada lukisan yang dapat menyatakan kengerian dari gambaran jahanam menurut Quran yang dikuatkan dengan firman: "Sesungguhnya Kami akan mengisi jahanam dengan jin dan manusia bersama-sama", ataupun dengan kengerian hari "apabila Kami akan bertanya kepada jahanam: "Sudahkah engkau penuh?", dan jahanam akan menjawab: "Apakah ada tambahan?" (Surah L, a. 29).

Adapun gambaran perhitungan yang dahsyat itu diringankan dengan jaminan berangsur-angsur tentang belas kasihan Tuhan, dan dengan sindiran tentang kekuasaan perantaraan yang diberikan oleh Tuhan kepada yang dikehendaki-Nya kecuali atas nama yang berdosa di jahanam. Adapun dalam Quran tidak terdapat ayat suatu pun yang memberikan kekuasaan perantaraan itu khusus kepada Muhammad saw. ataupun suatu anjuran bahwa memeluk agama Islam saja berarti paspor pasti bagi Sorga. Selain bagi orang mati syahid, maka satu-satunya janji untuk Sorga hanya diberikan kepada orang "yang tobat, beriman, dan bertindak adil". Ahli sunah selalu menggabungkan iman dengan amal, dan khusus dengan amal ibadat yang diperintahkan kepada yang beriman dalam Quran.

Hukumnya Onani (Masturbatio)

Hukumnya Onani (Masturbatio)

Kadang-kadang darah pemuda bergelora, kemudian dia menggunakan tangannya untuk mengeluarkan mani supaya alat kelaminnya itu menjadi tenang dan darahnya yang bergelora itu menurun. Cara semacam ini sekarang dikenal dengan nama onani (bahasa Arabnya: istimta' atau adatus sirriyah).
Kebanyakan para ulama mengharamkan perbuatan tersebut, di antaranya Imam Malik. Beliau memakai dalil ayat yang berbunyi:
"Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya kecuali terhadap isterinya atau hamba sahayanya, mereka yang demikian itu tidak tercela. Tetapi barangsiapa mau selain yang demikian itu, maka mereka itu adalah orang-orang yang melewati batas." (Al-Mu'minun: 5-7)
Sedang orang yang onani adalah melepaskan syahwatnya itu bukan pada tempatnya.
Sedang Ahmad bin Hanbal berpendapat, bahwa mani adalah barang kelebihan. Oleh karena itu boleh dikeluarkan, seperti memotong daging lebih.
Pendapat ini diperkuat oleh Ibnu Hazm. Tetapi ulama-ulama Hanafiah memberikan Batas kebolehannya itu dalam dua perkara:
  1. Karena takut berbuat zina.
  2. Karena tidak mampu kawin.
Pendapat Imam Ahmad ini memungkinkan untuk kita ambil dalam keadaan gharizah itu memuncak dan dikawatirkan akan jatuh ke dalam haram. Misalnya seorang pemuda yang sedang belajar atau bekerja di tempat lain yang jauh dari negerinya, sedang pengaruh-pengaruh di hadapannya terlalu kuat dan dia kawatir akan berbuat zina. Karena itu dia tidak berdosa menggunakan cara ini (onani) untuk meredakan bergeloranya gharizah tersebut dan supaya dia tidak berlaku congkak dan gharizahnya itu tidak menjadi ulat.
Tetapi yang lebih baik dari itu semua, ialah seperti apa yang diterangkan oleh Rasulullah s.a.w. terhadap pemuda yang tidak mampu kawin, yaitu kiranya dia mau memperbanyak puasa, dimana puasa itu dapat mendidik beribadah, mengajar bersabar dan menguatkan kedekatan untuk bertaqwa dan keyakinan terhadap penyelidikan (muraqabah) Allah kepada setiap jiwa seorang mu'min. Untuk itu Rasuluilah s.a.w. bersabda sebagai berikut:
"Hai para pemuda! Barangsiapa di antara kamu sudah ada kemampuan, maka kawinlah sebab dia itu dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan; tetapi barangsiapa tidak mampu, maka hendaknya ia berpuasa, sebab puasa itu baginya merupakan pelindung." (Riwayat Bukhari).

Bekerja Sebagai Pegawai dan Kepegawaian yang Diharamkan

Bekerja Sebagai Pegawai

Seorang muslim boleh saja bekerja mencari rezeki dengan jalan menjadi pegawai, baik itu pegawai negeri atau swasta, selama dia mampu memikul pekerjaannya dan dapat menunaikan kewajiban. Tetapi di samping itu seorang muslim tidak boleh mencalonkan dirinya untuk suatu pekerjaan yang bukan ahlinya, lebih-lebih menduduki jabatan hakim.

Abu Hurairah meriwayatkan, bahwa Rasulullah s.a.w. pernah bersabda sebagai berikut:

"Siallah Amir, siallah kepala dan siallah kasir. Sungguh ada beberapa kaum yang menginginkan kulit-kulitnya itu bergantung di bintang yang tinggi, kemudian mereka akan diulurkan antara langit dan bumi, karena sesungguhnya mereka itu tidak pernah menguasai suatu pekerjaan." (Riwayat Ibnu Hibban dan al-Hakim, ia sahkan sanadnya)

Abu Dzar pernah juga meminta kepada Nabi untuk diberi suatu jabatan, maka oleh Nabi ditepuknya pundak Abu Dzar sambil beliau bersabda:
"Hai Abu Dzar! Engkau orang lemah, kekuasaan adalah suatu amanat dan kelak di hari kiamat akan menyusahkan dan menyesalkan, kecuali orang yang dapat menguasainya karena haknya dan melaksanakan apa yang menjadi tugasnya." (Riwayat Muslim)
Dan sabda Rasulullah juga tentang masalah hakim sebagai berikut:
"Hakim itu ada tiga macam: Satu di sorga dan dua di neraka. Yang di sorga, yaitu seorang hakim yang tahu kebenaran dan ia menghukum dengan kebenaran itu. (2) Seorang laki-laki yang tahu kebenaran tetapi dia menyimpang dari kebenaran itu, maka dia berada di neraka. (3) Seorang laki-laki yang menghukum manusia dengan membabi-buta (bodoh), maka dia di neraka." (Riwayat Abu Daud, Tarmizi dan Ibnu Majah)
Jadi sebaiknya seorang muslim tidak perlu ambisi kepada kedudukan-kedudukan yang besar dan berusaha di belakang kedudukan itu sekalipun dia ada kemampuan. Sebab kalau kedudukannya itu dijadikan pelindung, maka kedudukannya itu sendiri akan menghambat dia. Dan barangsiapa mengarahkan setiap tujuannya itu untuk show di permukaan bumi ini, maka dia tidak akan peroleh taufik dari lanqit.
Telah bersabada Rasulullah s.a.w. kepadaku:
"Hai Abdurrahman! Jangan kamu minta untuk menjadi kepala, karena kalau kamu diberinya padahal kamu tidak minta, maka kamu akan diberi pertolongan, tetapi jika kamu diberinya itu lantaran minta, maka kamu akan dibebaninya." (Riwayat Bukhari dan Muslim) "Dari Anas, bahwa Rasulullah s.a.w. bersabda: Barangsiapa mencari penyelesaian suatu hukum tetapi dia minta supaya dibela, maka hal itu akan dibebankan kepada dirinya. Dan barangsiapa dipaksakannya, maka Allah akan mengutus Malaikat supaya meluruskannya." (Riwayat Abu Daud dan Tarmizi)
Ini, kalau dia tidak tahu, bahwa orang lain tidak akan mampu mengatasi kekosongan itu dan apabila dia tidak tampil niscaya kemaslahatan akan berantakan dan retak tali persoalan. Kalau dia tahu hanya dialah yang mampu, maka dia boleh bersikap seperti apa yang dikisahkan al-Quran kepada kita tentang Nabiullah Yusuf a.s. dimana ia berkata kepada tuannya:
"Jadikanlah aku untuk mengurus perbendaharaan (gudang) bumi, karena sesungguhnya aku orang yang sangat menjaga dan mengetahui." (Yusuf: 55)
Demikianlah tata-tertib Islam dalam mengatur masalah mencari pekerjaan-pekerjaan yang bersifat politis dan sebagainya.

Kepegawaian yang Diharamkan

Diperbolehkannya bekerja sebagai pegawai seperti yang kami katakan di atas, diikat dengan suatu syarat tidak menjadi pegawai yang membahayakan kaum muslimin. Oleh karena itu seorang muslim tidak halal bekerja sebagai pegawai atau prajurit dalam ketenteraan yang memerangi kaum muslimin atau bekerja sebagai pegawai dalam suatu pabrik yang memproduksi senjata untuk memerangi kaum muslimin. Dan tidak boleh seorang muslim bekerja sebagai pegawai suatu lembaga yang melawan Islam dan memerangi umatnya. Termasuk juga pegawai yang membantu kepada perbuatan zalim dan haram, seperti pekerjaan yang meribakan uang, tempat arak, tempat dansa atau di tempat-tempat permainan yang kosong dan sebagainya.
Mereka ini semua tidak dapat dibebaskan dari dosa. Tidak berarti mereka tidak bersekutu dan tidak berbuat haram. Sebab seperti prinsip-prinsip yang telah kami kemukakan sebelumnya, bahwa menolong perbuatan haram berarti haram. Justru itulah Rasulullah s.a.w. melaknat juru tulis riba dan dua orang saksinya sebagaimana dilaknatnya orang yang makan riba. Pembuat dan pelayan yang menuangkan arak dilaknat seperti dilaknat orang yang minum.
Ini semua berlaku dalam keadaan yang tidak terpaksa (normal) dimana seorang muslim harus memasukinya demi mencari rezeki. Kalau ternyata dalam keadaan yang memaksa, maka dapat dinilai menurut keperluannya itu, yaitu menjadi makruh dengan syarat dia harus tetap berusaha untuk mencari pekerjaan lain yang halal dan jauh dari dosadosa.
Setiap muslim harus menjaga dirinya dari hal-hal yang masih syubhat, dimana syubhat itu dapat menipiskan agama dan melemahkan keyakinan, betapapun besarnya gaji dan berharganya pekerjaan tersebut.
Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Tinggalkanlah sesuatu yang meragukanmu, beralih kepada sesuatu yang tidak meragukanmu." (Riwayat Ahmad. Tarmizi, Nasa'i, Ibnu Hibban dalam sahihnya dan Hakim, Tarmizi berkata: hadis ini hasan sahih).
Dan sabdanya pula:
"Seseorang tidak akan mencapai derajat muttaqin (orang-orang yang taqwa) sehingga ia meninggalkan sesuatu yang mubah karena takut kepada berbuat sesuatu yang dilarang." (Riwayat Tarmizi)

Islam Agama Bersih dan Cantik

Islam Agama Bersih dan Cantik

Sebelum Islam mencenderung kepada masalah perhiasan dan gerak yang baik, terlebih dahulu Islam mengerahkan kecenderungannya yang lebih besar kepada masalah kebersihan adalah merupakan dasar pokok bagi setiap perhiasan yang baik dan pemandangan yang elok.
Dalam salah satu hadisnya, Rasulullah s.a.w. pernah bersabda sebagai berikut:
"Menjadi bersihlah kamu, karena sesungguhnya Islam itu bersih." (Riwayat Ibnu Hibban)
Dan sabdanya pula:
"Kebersihan itu dapat mengajak orang kepada iman. Sedang iman itu akan bersama pemiliknya ke sorga." (Riwayat Thabarani)
Rasulullah s.a.w. sangat menekankan tentang masalah kebersihan pakaian, badan, rumah dan jalan-jalan. Dan lebih serius lagi, yaitu tentang kebersihan gigi, tangan dan kepala.
Ini bukan suatu hal yang mengherankan, karena Islam telah meletakkan suci (bersih) sebagai kunci bagi peribadatannya yang tertinggi yaitu shalat. Oleh karena itu tidak akan diterima sembahyangnya seorang muslim sehingga badannya bersih, pakaiannya bersih dan tempat yang dipakai pun dalam keadaan bersih. Ini belum termasuk kebersihan yang diwajibkan terhadap seluruh badan atau pada anggota badan. Kebersihan yang wajib ini dalam Islam dilakukan dengan mandi dan wudhu'.
Kalau suasana bangsa Arab itu dikelilingi oleh suasana pedesaan padang pasir di mana orang-orangnya atau kebanyakan mereka itu telah merekat dengan meremehkan urusan kebersihan dan berhias, maka Nabi Muhammad s.a.w. waktu itu memberikan beberapa bimbingan yang cukup dapat membangkitkan, serta nasehat-nasehat yang jitu, sehingga mereka naik dari sifat-sifat primitif menjadi bangsa modern dan dari bangsa yang sangat kotor menjadi bangsa yang cukup necis.
Pernah ada seorang laki-laki datang kepada Nabi, rambut dan jenggotnya morat-marit tidak terurus, kemudian Nabi mengisyaratkan, seolah-olah memerintah supaya rambutnya itu diperbaiki, maka orang tersebut kemudian memperbaikinya, dan setelah itu dia kembali lagi menghadap Nabi.
Maka kata Nabi:
"Bukankah ini lebih baik daripada dia datang sedang rambut kepalanya morat-marit seperti syaitan?" (Riwayat Malik)
Dan pernah juga Nabi melihat seorang laki-laki yang kepalanya kotor sekali.
Maka sabda Nabi:
"Apakah orang ini tidak mendapatkan sesuatu yang dengan itu dia dapat meluruskan rambutnya?"
Pernah juga Nabi melihat seorang yang pakaiannya kotor sekali, maka apa kata Nabi:
"Apakah orang ini tidak mendapatkan sesuatu yang dapat dipakai mencuci pakaiannya?" (Riwayat Abu Daud)
Dan pernah ada seorang laki-laki datang kepada Nabi, pakaiannya sangat menjijikkan, maka tanya Nabi kepadanya:
"Apakah kamu mempunyai uang?" Orang tersebut menjawab: "Ya! saya punya" Nabi bertanya lagi. "Dari mana uang itu?" Orang itupun kemudian menjawab: "Dari setiap harta yang Allah berikan kepadaku." Maka kata Nabi: "Kalau Allah memberimu harta, maka sungguh Dia (lebih senang) menyaksikan bekas nikmatNya yang diberikan kepadamu dan bekas kedermawananNya itu." (Riwayat Nasa'i)
Masalah kebersihan ini lebih ditekankan lagi pada hari-hari berkumpul, misalnya: Pada hari Jum'at dan Hari raya. Dalam hal ini Nabi pun pernah bersabda:
"Sebaiknyalah salah seorang di antara kamu --jika ada rezeki-- memakai dua pakaian untuk hari Jum'at, selain pakaian kerja." (Riwayat Abu Daud)