Bekerja Sebagai Pegawai
Seorang muslim boleh saja bekerja mencari rezeki dengan
jalan menjadi pegawai, baik itu pegawai negeri atau swasta,
selama dia mampu memikul pekerjaannya dan dapat menunaikan
kewajiban. Tetapi di samping itu seorang muslim tidak boleh
mencalonkan dirinya untuk suatu pekerjaan yang bukan
ahlinya, lebih-lebih menduduki jabatan hakim.
Abu Hurairah meriwayatkan, bahwa Rasulullah s.a.w. pernah
bersabda sebagai berikut:
"Siallah Amir, siallah kepala dan siallah kasir. Sungguh
ada beberapa kaum yang menginginkan kulit-kulitnya itu
bergantung di bintang yang tinggi, kemudian mereka akan
diulurkan antara langit dan bumi, karena sesungguhnya mereka
itu tidak pernah menguasai suatu pekerjaan." (Riwayat Ibnu
Hibban dan al-Hakim, ia sahkan sanadnya)
Abu Dzar pernah juga meminta kepada Nabi untuk diberi
suatu jabatan, maka oleh Nabi ditepuknya pundak Abu Dzar
sambil beliau bersabda:
"Hai Abu Dzar! Engkau orang lemah, kekuasaan adalah suatu amanat dan kelak di hari kiamat akan menyusahkan dan menyesalkan, kecuali orang yang dapat menguasainya karena haknya dan melaksanakan apa yang menjadi tugasnya." (Riwayat Muslim)
Dan sabda Rasulullah juga tentang masalah hakim sebagai
berikut:
"Hakim itu ada tiga macam: Satu di sorga dan dua di neraka. Yang di sorga, yaitu seorang hakim yang tahu kebenaran dan ia menghukum dengan kebenaran itu. (2) Seorang laki-laki yang tahu kebenaran tetapi dia menyimpang dari kebenaran itu, maka dia berada di neraka. (3) Seorang laki-laki yang menghukum manusia dengan membabi-buta (bodoh), maka dia di neraka." (Riwayat Abu Daud, Tarmizi dan Ibnu Majah)
Jadi sebaiknya seorang muslim tidak perlu ambisi kepada
kedudukan-kedudukan yang besar dan berusaha di belakang
kedudukan itu sekalipun dia ada kemampuan. Sebab kalau
kedudukannya itu dijadikan pelindung, maka kedudukannya itu
sendiri akan menghambat dia. Dan barangsiapa mengarahkan
setiap tujuannya itu untuk show di permukaan bumi ini, maka
dia tidak akan peroleh taufik dari lanqit.
Telah bersabada Rasulullah s.a.w. kepadaku:
"Hai Abdurrahman! Jangan kamu minta untuk menjadi kepala, karena kalau kamu diberinya padahal kamu tidak minta, maka kamu akan diberi pertolongan, tetapi jika kamu diberinya itu lantaran minta, maka kamu akan dibebaninya." (Riwayat Bukhari dan Muslim) "Dari Anas, bahwa Rasulullah s.a.w. bersabda: Barangsiapa mencari penyelesaian suatu hukum tetapi dia minta supaya dibela, maka hal itu akan dibebankan kepada dirinya. Dan barangsiapa dipaksakannya, maka Allah akan mengutus Malaikat supaya meluruskannya." (Riwayat Abu Daud dan Tarmizi)
Ini, kalau dia tidak tahu, bahwa orang lain tidak akan
mampu mengatasi kekosongan itu dan apabila dia tidak tampil
niscaya kemaslahatan akan berantakan dan retak tali
persoalan. Kalau dia tahu hanya dialah yang mampu, maka dia
boleh bersikap seperti apa yang dikisahkan al-Quran kepada
kita tentang Nabiullah Yusuf a.s. dimana ia berkata kepada
tuannya:
"Jadikanlah aku untuk mengurus perbendaharaan (gudang) bumi, karena sesungguhnya aku orang yang sangat menjaga dan mengetahui." (Yusuf: 55)
Demikianlah tata-tertib Islam dalam mengatur masalah
mencari pekerjaan-pekerjaan yang bersifat politis dan
sebagainya.
Kepegawaian yang Diharamkan
Diperbolehkannya bekerja sebagai pegawai seperti yang
kami katakan di atas, diikat dengan suatu syarat tidak
menjadi pegawai yang membahayakan kaum muslimin. Oleh karena
itu seorang muslim tidak halal bekerja sebagai pegawai atau
prajurit dalam ketenteraan yang memerangi kaum muslimin atau
bekerja sebagai pegawai dalam suatu pabrik yang memproduksi
senjata untuk memerangi kaum muslimin. Dan tidak boleh
seorang muslim bekerja sebagai pegawai suatu lembaga yang
melawan Islam dan memerangi umatnya. Termasuk juga pegawai
yang membantu kepada perbuatan zalim dan haram, seperti
pekerjaan yang meribakan uang, tempat arak, tempat dansa
atau di tempat-tempat permainan yang kosong dan
sebagainya.
Mereka ini semua tidak dapat dibebaskan dari dosa. Tidak
berarti mereka tidak bersekutu dan tidak berbuat haram.
Sebab seperti prinsip-prinsip yang telah kami kemukakan
sebelumnya, bahwa menolong perbuatan haram berarti haram.
Justru itulah Rasulullah s.a.w. melaknat juru tulis riba dan
dua orang saksinya sebagaimana dilaknatnya orang yang makan
riba. Pembuat dan pelayan yang menuangkan arak dilaknat
seperti dilaknat orang yang minum.
Ini semua berlaku dalam keadaan yang tidak terpaksa
(normal) dimana seorang muslim harus memasukinya demi
mencari rezeki. Kalau ternyata dalam keadaan yang memaksa,
maka dapat dinilai menurut keperluannya itu, yaitu menjadi
makruh dengan syarat dia harus tetap berusaha untuk mencari
pekerjaan lain yang halal dan jauh dari dosadosa.
Setiap muslim harus menjaga dirinya dari hal-hal yang
masih syubhat, dimana syubhat itu dapat menipiskan agama dan
melemahkan keyakinan, betapapun besarnya gaji dan
berharganya pekerjaan tersebut.
Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Tinggalkanlah sesuatu yang meragukanmu, beralih kepada sesuatu yang tidak meragukanmu." (Riwayat Ahmad. Tarmizi, Nasa'i, Ibnu Hibban dalam sahihnya dan Hakim, Tarmizi berkata: hadis ini hasan sahih).
Dan sabdanya pula:
"Seseorang tidak akan mencapai derajat muttaqin (orang-orang yang taqwa) sehingga ia meninggalkan sesuatu yang mubah karena takut kepada berbuat sesuatu yang dilarang." (Riwayat Tarmizi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar